Posts Tagged With: Negara

Membangun Pribadi Bangsa dengan Pendidikan Karakter

Gambar

Finlandia, sebuah Negara Skandinavia yang terletak di kawasan Eropa bagian Utara ini, selain diakui oleh dunia sebagai Negara ternyaman dan tersehat di dunia yang dinilai melalui hasil survei yang dilakukan oleh “Legatum Institute”-sebuah organisasi independen- juga diakui oleh dunia bahwasannya Negara ini digadang-gadang sebagai Negara yang terbaik dalam sistem penerapan pendidikan terhadap masyarakatnya.

Nah, seperti apa ya bentuk sistem pendidikan terbaik di dunia itu? Apakah ada kesamaan dengan sistem pendidikan yang dimiliki oleh bangsa kita? Atau bahkan berbeda sangat jauh 180o dengan sistem yang dimiliki bangsa Indonesia. Berikut penuturan dari Syed Abdul Rahman Alsagoff seorang founder arabic school di Singapura, yang merupakan sekolah tertua yang didirikan oleh swasta di sana. Beliau mengatakan bahwa ternyata di Finlandia itu tidak ada yang namanya :

1)  Akreditasi (pemeringkatan) sekolah oleh Pemerintah, yang ada akreditasi oleh Masyarakat. Jadi masyarakat melihat langsung apakah anak mereka yang didik di sekolah tersebut menjadi semakin baik, beretika dan cerdas atau malah sebaliknya. Jadi sekolah tidak dinilai oleh satu pihak saja, yakni Pemerintah, melalui standar tunggal yang bisa saja keliru (dan jika keliru maka seluruh bangsa akan menganggung akibatnya), melainkan langsung oleh usernya yakni masyarakat. Jadi sekolah berusaha untuk menjadi yang terbaik dengan memberikan bukti langsung kepada masyarakat yang menilainya. Fungsi pemerintah lebih sebagai konselor atau konsultan pembimbing bagi sekolah dan mengembangkan sistem sekolahnya, bukan lembaga akreditasi. Juga mencatat sekolah-sekolah yang dianggap berhasil oleh masyarakat dan membantu sekolah-sekolah yang belum dianggap berhasil.

2)  Tidak ada kurikulum tunggal yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat. Setiap sekolah diberikan kebebasan mengembangkan kurikulum sendiri sesuai dengan potensi unggul di daerahnya masing-masing. Jadi sepertinya jika sekolah itu terletak di Bali mungkin yang lebih diutamakan adalah kurikulum pengembangan budaya, seni tari, ukir, pahat, objekwisata, perhotelan dan yang sejenisnya. Jika di Kalimantan mungkin yang diutamakan tentang cara tambang dan pengolahan batuan berharga, gambut, batubara, dan budidaya hutan. Jika di Maluku mungkin perikanan dan budidaya kelautan dan yang sejenisnya. Wow !!! Pastinya akan banyak para ahli lokal yang pandai memanfaatkan potensi daerahnya.

3)  Tidak ada standar Ujian Negara (UN). Melainkan sistem pendidikan ini berbasiskan pada proses hasil pembelajaran dari hari ke hari dari masing-masing anak didik, tanpa dibandingkan melalui sistem rangking atau peringkat. Jadi tujuan pembelajaran adalah untuk menjadikan anak didik yang terbaik sesuai bidang yang diminati dan sesuai kemampuan masing-masing anak didik, bukan untuk mengejar peringkat dalam satu kelas atau satu sekolah. Karena prinsip pendidikan adalah mencerdaskan semua anak bukan untuk merangking mereka dari yang terpintar hingga yang terbodoh. Hal ini akan memicu kesenjangan sosial di lingkungan mereka sendiri.

4)  Dan yang paling mengesankan adalah tidak ada standar nasional kecukupan minimal untuk nilai masing-masing anak didik. Karena setiap anak didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda-berbeda, juga kemampuan yang berbeda untuk bidang pelajaran yang berbeda. Yang ada justru standar nasional etika dan moral anak. Jadi setiap sekolah wajib mendidik setiap murid mereka memenuhi standar etika dan moral nasional sebagai pondasi dasar membangun bangsa yang kuat dan mapan. Jadi meskipun sekolah mereka memiliki kurikulum yang berbeda-beda dengan spesialisasi kecakapan bidang yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan potensi daerahnya masing-masing. Namun tetap setiap sekolah harus bisa menjamin bahwa setiap muridnya memiliki etika dan moral yang standar secara nasional. (Sumber : Channel News Asia)

Waaah…. sepertinya tidak terlalu sulit ya untuk mengikuti dan menjadi Negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Tentunya jika bangsa kita mau dan sadar akan hal tersebut.

Saudara-saudara sekalian, seandainya anak-anak kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita bisa bersekolah dengan sistem seperti ini, sudah terbayang akan menjadi sangat luar biasa hasil dan dampaknya. Bersekolah akan menjadi hal yang lebih menarik, menyenangkan sekaligus menantang dan tidak lagi membosankan dan menekan kejiwaan bagi sang anak. Dengan adanya etika dan moral yang distandarisasi secara nasional, pastinya tidak akan ada lagi tawuran masa pelajar, Geng Nero, Geng Motor, dan yang sejenisnya di Jalanan. Sang anak akan menjadi respect pada guru dan orang tua, lebih beretika dan bermoral di sekolah, di jalan, di rumah, juga di lingkungan sekitar masyarakat. Negara aman dan nyaman, orangtua pun ikut senang.

Memang patut dicontoh oleh bangsa Indonesia yang menginginkan generasi penerus bangsanya mempunyai karakter yang kuat dalam beretika dan bermoral. Tidak hanya mengedepankan kemampuan kognitif dan intelektualitas saja, akantetapi mengedepankan juga kemampuan afektif, psikomotorik, emosional juga spiritual bagi sang anak. Dan terkadang jika hanya mengedepankan kemampuan kognitif dan intelektualitas saja, akan mengakibatkan tekanan dan beban yang berat terhadap sang anak, karena setiap anak didik tidak sama kemampuannya dalam hal tersebut, dan terkadang dengan mengedepankan hal tersebut, sang anak yang tidak mempunyai kapasitas intelektual yang tinggi akan merasa dikesampingkan, bahkan akan merasa tidak berguna di masyarakat.

Sistem pendidikan yang seperti ini, adalah sistem pendidikan yang mengedepankan kemampuan afektif, psikomotorik, emosional, dan spiritual. Yang bertujuan mendidik setiap anak agar mengedapankan akhlak, etika, moral, kesopanan, juga memperhitungkan minat dan bakat sang anak, melalui pendidikan karakter yang bertujuan mengasah dan mengoptimalkan sisi afektif dan psikomotorik sang anak didik, juga sisi emosional dan spiritualnya diperhatikan. Sehingga hasilnya, setiap anak didik mempunyai akhlak yang mulia dan mampu muncul dengan berbagai potensi dan karakter masing-masing. Juga sang anak didik tidak dituntut untuk selalu mendapat nilai yang besar terhadap suatu mata pelajaran yang tidak dikuasai dan tidak diminati oleh mereka, akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan serta kecondongan minat dan bakat sang anak didik. Supaya kedepannya bangsa Indonesia dapat memanfaatkan potensi-potensi mereka sesuai kemampuan serta minat dan bakatnya juga, dan hal ini akan membuat sang anak tidak merasa tertekan atau bahkan terbebani.

Dengan sistem tersebut, masing-masing anak didik, guru dan orangtuanya tidak lagi stres oleh momok yang menakutkan, yang bernama Ujian Nasional (UN), karena mereka dinilai bukan dari ujian akhir, melainkan melalui proses perkembangan belajar melalui proses pengawasan dan bimbingan dari seorang guru dari hari ke hari, sekaligus mereka juga dikembangkan berdasarkan kemampuan dan kecakapan bidang masing-masing, tidak untuk di rangking dari yang terpintar sampai yang terbodoh, yang bisa berakibat sangat memalukan jika mereka termasuk 10 besar dari bawah.

Dengan adanya sistem yang mengedepankan kecakapan individual dan tidak ada lagi sistem ujian dengan standar soal dan jawaban yang sama, pastinya tidak akan terjadi lagi soal contek mencontek di kalangan pelajar. Setiap siswa akan tampil menjadi pribadi yang terbaik dan unggul pada bidang kecakapan masing-masing yang memang menjadi bakat dan keahliannya. Bukan untuk dipacu dan ditekan untuk meningkatkan nilai pada bidang yang tidak diminatinya yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka, bahkan hal tersebut bisa menjadi salah satu kelemahanya. Dan terkadang bisa dibilang percuma dengan cara memasukan mereka ke tempat-tempat bimbingan belajar (bimbel), jika semua bidang yang dipelajari di sana tidak sesuai dengan minat dan kemampuan sang anak. Hal itu hanya membuang-buang waktu saja, bahkan bisa membuang-buang tenaga bahkan uang.

Dari hal ini penulis berpesan, seyogyanya kepada para orangtua siswa, agar menyikapi setiap anaknya dengan bijaksana, tidak mengedepankan ego masing-masing orangtua yang menginginkan sang anak menjadi seseorang yang berprofesi tertentu sesuai keinginan orang tuanya. Akantetapi di sini para orangtua dituntut agar bijak dan bisa menerima dengan kemampuan serta minat dan bakat yang dimiliki sang anak, agar sang anak tersebut dapat berkembang secara sempurna sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, tidak menuruti paksaan dari orangtuanya, yang berakibat kepada sang anak yang merasa tertekan dan terbebani dengan semua paksaan tersebut, sehingga akan berdampak pada pemberontakan dan kenakalan yang dilakukan oleh sang anak, dan hal ini akan mengakibatkan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat. (Na’udzu billahi min dzalik)

Dan penulis berharap mudah-mudahan bangsa Indonesia mampu mencontoh dan menerapkan sistem pendidikan yang diterapkan oleh bangsa Finlandia ini. Guna menyiapkan kader-kader bangsa yang beretika dan bermoral sebagai generasi penerus bangsa yang mampu menopang dan memperjuangkan Negara Indonesia ini menjadi Negara yang maju dan mapan di era global.

Categories: Pendidikan / Tarbiyyah | Tag: , , , , , , , , | 1 Komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.